Wednesday, June 06, 2007

Kunjungan Pejabat Kemudian.com di Surabaya

Sabtu malam tanggal 2 juni kmaren aku mendatangi kediaman “Farida” di perumahan yang asing, di daerah dekat juanda. Karna aku dapat kabar Pejabat K.com sedang berkunjung ke Surabaya. Wah mumpung nih..! jadi ada gak ada waktu aku kudu sempet ketemuan. Aku harus bolak balik di sepanjang jalan aloha untuk mencari perumahan tempat meraka tinggal. Akhirnya setelah berputar putar sebanyak 2 kali dan bertanya pada 2 supir taxi perumahan itu ketemu juga. Jalannya gelap dan rumit, rumahnya besar besar, hii.. agak serem sih! Tapi untung aku ada bakat maling jadi terus saja berputar putar mencari alamat rumah mereka di blok ff no.5. dan akhirnya berhasil juga. Aku temukan rumah mereka.



Kedatanganku di sambut dengan hangat oleh mereka, Semua makanan yang ada, mereka keluarkan, dengan sedikit promosi mas rizki bilang “ini kue buatan ibuku lhoo.! Enak khan?” Mbak tiva tidak mau kalah menjamuku dengan segelas syrup buatan sendiri rasanya asem tapi segar katanya sih dari bunga (bunga apa mbak??) setelah ngobrol ngalor ngidul tentang Kemudian.com, rencana bikin penerbit indi, workshop yang kemaren waktu kopdar bandung diusulkan oleh salah seorang anggota K.com (sapa ya mbak aku lupa?) trus foto foto, jepret kiri jepret kanan akhirnya aku harus pulang. Padahal aku belom mau pulang. Jam dinding masih menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ya sebagai tamu yang baik dengan rela aku harus pulang “ini rumah orang bukan tempat nongkrong” batinku. Hehehehe…


Hari minggu mereka rencananya akan balik ke bandung. Dengan segera aku hubungi nisa dan KD. Nisa setuju untuk bertemu di Stasiun gubeng baru, sedangkan KD si makhluk aneh entah kemana. Tidak ada kabar apapun dari KD, pulsa habis hanya untuk SMS berkali kali padanya. Sejak jum’at sebenarnya aku sudah berusaha menghubungi tapi KD tidak segera ada tanggapan. Akhirnya hanya aku dan pikanisa saja yang betemu dengan mereka di stasiun. Hal pertama yang dilakukan ketika bertemu adalah salaman lalu foto foto. Aneh ya?? kok foto foto?? Hahahahaha… waktu mereka sudah sempit kereta jurusan bandung sudah dating. Tak sempat kami berbicara panjang. Akh.. coba Mbak tiva dan Mas Rizky lebih lama di Surabaya khan bisa puter puter Surabaya duluu…!


Sekian laporan dari saya tentang pertemuan saya dan pikanisa bertemu dengan pejabat Kemudian.com. walau laporan ini terlambat, asal selamat Hehehehe…


Kapan lagi Mbak.. Mas.. ke Surabaya???


Sunday, June 03, 2007

Surat Kelima yang Tak Selesai

Ini surat kelima.. tidak perlu kau tanya pada siapa saja surat itu terkirim? aku sebal membaca surat surat sebelumnya. Di situ aku tampak bodoh, seperti pengemis sekarat yang tinggal menunggu ajal. Mas… sudah kusimpan diam diam ingatan tentang malam itu. Bahkan ingatan puisi tentang bulan milikmu. Berhari hari, berbulan bulan, aku mengacuhkan telepon genggam hanya untuk menyembunyikan kerinduanku padamu. Mas..! akh.. sudahlah.. ini surat kelima tanpa basa basi lagi aku memintamu membaca dan mengerti inginku!



Kuletakkan pena yang sedari tadi mendiami sela sela jari. Aku sudah terlalu lelah mengorek ngorek isi hati, hendak menulis apalagi. Semakin panjang surat ini semakin terlihat bodoh. Otakku buntu, hatiku beku, tubuhku kuyu, mataku biru, air mata sudah hampir menggenang. Tapi berkali kali kutahan ditepi mata tertahan bulu mataku yang lentik. Sebatang rokok telah tandas terhisap bibir tipis nan hitam milikku. Tak terhitung pula berapa puntung yang berserak.


Sesekali aku berbisik dalam hati “Segera usaikan tangismu…! sekarang…! malam ini! Besok tak perlu lagi air mata itu ? kau tak butuh kesedihan lagi… Ratna..!”
Kuhantamkan kalimat itu berkali kali di dinding hatiku dan pecahlah telur telur airmata yang tersimpan di ujung mata.


Mas wahyu laki laki berperawakan tinggi dengan tampang keras, berwajah kotak seperti kaleng krupuk, tidak ada yang menarik dari dirinya. Entah apa alasannya sejak dua tahun yang lalu aku tidak pernah bisa berhenti berpikir tentangnya. Mas Wahyu memang bukan kekasihku setidaknya aku berhubungan dengannya tanpa status. Aku dan dia hanya teman sebatas kegiatan di kampus saja. Tapi entah ada apa di antara kami, orang lain selalu melihat ada yang lain setiap aku bersamanya bukan hanya sebatas teman. Sampai pada akhirnya 2 bulan yang lalu aku bertanya sesuatu tentang hubungan kami. Dia hanya menjawab “Aku hanya menganggapmu teman, Ratna..!” mulai hari itu sampai keesokan harinya aku mulai menjaga jarak. Aku merasa lega karena aku tidak perlu lagi berharap dan menunggu suatu kepastian.


Tapi sejak pertanyaanku itu terlontar dan aku mulai menjaga jarak, Mas Wahyu semakin berani mendekat padaku. Dia mulai berani memelukku, aku tak pernah bertanya maksud perlakuannya. Aku diam dan hanya bertanya dalam hati apa maksud semua itu. Ketika di sebuah taman dia tiba tiba meminjam HPku lalu ia mengetik sesuatu disitu. Setelah sampai di rumah aku baru tahu ada pesan singkat yang dia simpan.


Bila bulan buram tertutup risau awan

Coba bertaya pada semua hembusan angin

Benarkah dia?

Apakah dia?

Taukah dia?


15juni06 00.05 by ”W”

Taman Apsari dicuri sedikit waktu dari hpku

Entah apa maksudmu?


Puisi itu Mas Wahyu tulis ketika aku dan dia sedang berada diambang ketidakjelasan yang amat sangat. Puisi yang membuatku hingga setahun ini tak pernah bisa paham arti dan keinginannya padaku. Apa yang selalu dipikirkannya tentangku.


Mas… apa yang kau maksud di puisi itu? Apa perlu aku bertanya? Harga diriku terlalu tinggi untuk bertanya maksud puisi singkat yang sederhana. Tapi maknanya begitu dalam. Sedalam apa? aku juga tidak tahu. Sampai kapan puisi itu menjadi teka teki.


Mas.. puisi itu begitu melekat Tak satu katapun aku lupa. Aku tau ada yang tersembunyi disitu, tapi apa? katakan? Beberapa bulan kau pergi, menghindariku mungkin? Kita tak pernah saling berbicara bertatap muka, hanya lewat pesan singkat kita berbicara. Puisi itu begitu dalam. Aku tau...!


Surat kelima yang terpatah patah dibait bait yang berantakan seperti percaan kain kain mamel milik seorang penjahit. Mungkin kalimat itu akan kuletakkan di tengah tengah surat kelimaku. Atau akan aku kirim lewat pesan singkat saja. Akh.. entahlah! Aku sering berbalas puisi dengannya,. sebelum pesan singkat itu aku kirim, berkali kali kutatap layar berwarna ungu. Sesekali jari jemari hendak memencet tombol send.


Kubatalkan lagi… clear


**********


LakiLakiku

Laki lakiku

Sudah kukutuk kau

Tetap saja syaraf otak mengiangkanmu


Laki lakiku

Sudah kuhapus kau dari daftar mimpi burukku

Laki lakiku

Seperti candu

Merengkuhku hingga remuk sluruh batas dosa

Bekas pelukan eratmu merayap menyelimuti do’a do’aku


Laki lakiku

Kau memang bukan kekasih

Tapi hati selalu memanggilmu


Laki lakiku


Dialam sadar

Dialam mimpi


2juni07


Puisi puisi itu mengejan keras didalam perutku, seperti janin bayi yang lelah terkurung dalam rahim sang bunda. Dan kembali tidurku tak nyenyak. Mengusik pertapaan panjang malamku. Rumus baru untuknya. Ya.. dia lakilakiku bukan kekasihku. Tapi apa bedanya? Kembali aku beringsut merangkak di atas bantal menahan tangis menunda mimpi baru tentangnya datang lagi malam ini.

“Ratna.. letakkan matamu disisi segelas air putih, tenangkan mata batinmu” hati kecil membisikkan kata kata itu.


Lembaran kertas kertas itu semakin berserak di atas meja kecil sebelah tempat tidur unguku. Puisi tentang bulan miliknya tak pernah terungkap, masih misteri. Suasana misteri, hati misteri, tubuh misteri, dirinyapun misteri. Abu abu rokok bertabur di atas kertas kertas itu. Kegelisahaanku tercampur baur antara puntung rokok, segelas air dan kertas kertas lusuh itu.


*********


Sebulan yang lalu entah bagaimana awal mulanya aku dan Mas Wahyu bisa kembali bercanda mesra tanpa ada sedikit pertanyaan tentang puisinya itu. Dan semua berlalu begitu saja kembali ketidakjelasan yang aku dapat. Dia memang lakilakiku tapi bukan kekasihku. Tidak bisa setiap saat aku memintanya menjadi kekasihku hanya sesekali disaat hatinya sedang ingin, maka ia datang menjadi laki laki untukku. Dan aku hanya perempuan bernama Ratna yang selalu menantinya menjadi laki laki untukku. MasWahyu tanpa keahlian bermain musik hanya mengandalkan kisah petualangan liarnya tapi aku selalu menunggunya. Masa depan yang sepertinya dia juga belum tahu bagaimana mengaturnya.


“Ratna.. laki laki macam apa itu? Apa yang ia bisa lakukan untukmu? Memberi pilihan padamu saja ia tidak bisa?” pikiran pikiran di kepala semakin mencambuk hatiku keras keras. Dan aku hanya bisa diam dan tertunduk menahan air mata turun. Surat surat itu menari nari semakin kencang memancing air mataku untuk turun menukik di dasar luka luka yang tak pernah kering dan mengelupas.


Entah sampai surat keberapa akan kusimpan surat surat ini hingga keyakinanku berubah untuk pergi meninggalkanmu! Mas Wahyu.. bisakah kau beri aku beberapa pilihan seandainya aku pergi sanggupkah kau hilang selamanya? Tak perlu lagi senyum manismu, tak perlu lagi pelukan eratmu, tak perlu lagi lelucon sayangmu.... atau terima aku menjadi perempuanmu sama sepertiku yang menjadikanmu laki lakiku.


Isi surat ketiga itu kembali kubaca, aku menemukannya diantara tumpukan puisi puisi malamku. Memang benar benar seperti pengemis yang mengais belas kasih pada laki laki yang bernama Wahyu. Kebencian macam apa yang sudah menghukumku hingga pikiranku teracuni oleh laki laki itu. Karma apa yang telah di dapat hingga pikiran pikiranku tertuju hanya padanya. Dan Gagallah lagi surat ketiga itu terkirim. Kuremas kertas itu dengan tenaga yang lemah kehabisan darah, kehilangan nyawa. Bagaimana lagi kutulis surat yang isinya hanya ingin memintanya bersikap lebih dewasa dengan membiarkan aku pergi dan menghilangkan keinginan bersama dengan dirinya. Surat yang lain entah tergeletak dimana, aku juga tak ingin mencarinya. Isinya toh juga sama seperti surat ketiga ini.


Bolehkah aku sebut itu salahmu? menyimpan puisi sembarangan, meletakkan pelukan sekehendak hati, dan datang menjadi laki lakiku semaumu? Aku hanya perempuan biasa yang selalu bermain perasaan sebagaimana kuatnya tubuhku dan sebagaimana sifat laki laki ditubuh perempuanku ini. Atau kau memang laki laki sinting yang lupa ingatan bahwa bentuk tubuhku ini perempuan? Kalau kau memang sinting bolehlah aku menjadi sinting untuk memakimu sekehendak hati.


Perlukah kutambahkan kalimat makian itu pada surat kelima? Bagaimana kalau Mas Wahyu menjauh, bagaimana kalau ia pergi tanpa sempat memberiku pilihan? Pikiran pikiran apalagi yang merasuk diotakku, aku sudah tidak bisa lagi membedakan apa yang baik untuk ditulis dan apa yang tidak baik untuk tidak ditulis.


**********


03.00 dini hari, mata ini masih menggantung menatap kertas putih yang kosong. Belum ada satu baitpun kususun untuk surat kelima itu. Dingin, malam ini entah mengapa begitu dingin padahal masih musim kemarau. Gerimis tipis tiba tiba jatuh mengetuk jendela kamar.


Sudah kutanyakan pada hatiku, apa aku butuh atau tidak padamu laki lakiku…! Beberapa malam, beberapa bulan, beberapa tahun aku habiskan untuk memikirkan surat kelima ini. Kau tak perlu tahu kemana larinya surat pertama sampai ke empat. aku harap kau mengerti maksud kalimatku… selamat pagi! Dan mimpiku akan segera datang! Salam sayang… salam rindu… dan selamat tinggal Mas Wahyu “lakilakiku”.


Surat kelima yang singkat, embun pagi segera menyusul setelah shubuh yang dingin ini lewat segera kuambil air wudhlu dan segera mengahadap padaNya, berharap apa yang tertulis kali ini memberi aku jawaban.


“Ratna… perempuan dengan airmata yang selalu menggantung ditengah tengah tawa riuh! Sampai jumpa pada mimpi barumu!” hati kecilku menjadi tenang dan membiarkanku tertidur dengan senyum.


NB : Dan Puisimu tetap menjadi misteri buatku, aku biarkan puisimu tetap menjadi milikmu.