Monday, February 18, 2008

[Puan] Malam Sejuk yang Memuakkan

Akupun melaju kencang dengan motor kesayanganku, menerabas beberapa lampu merah dan mengacuhkan dingin yang menerpa mukaku. Akh... sial telat lagi!!! jam 19.35 seharusnya sejak jam 19.00 tadi aku sampai di pekuburan jasadku, menenggelamkan Gita menjadi Gulita si lonte tua. Sial sial sial... dan aku semakin cepat menarik gas motorku.. tak lagi peduli limbung angin yang menghujam tanpa hujan.

Anjing hitam bermata merah itu mengintaiku *

Anjing hitam itu mengintaiku, mengawasiku, menertawaiku yang gelak sendiri, lelah sendiri, bingung sendiri, yang dia tau aku harus sampai dan fokus.. fokus...! Akhirnya aku tiba di tempat, mengintai pintu pintu yang tertutup. kemanakah aku harus menuju,

Tak adakah jalan untukku kembali.
*

dengan kecepatan degup yang entah berapa detak perdetik. wajah wajah buram para Puan yang sejak siang lelah dimakan rutinitas berproses hampir 2 bulan belakangan ini. Sedangkan kepalaku penuh dengan bermacam macam kerlip katakata prosa, puisi dan dentum musik genit . Perempuan gila berwajah tambun, roh puan, puan tua dan sang penguasa lakon panggung sutradara gemuk berwajah lembut yang akhir akhir ini menjadi begitu seram buatku (seperti anjing hitam bermata merah) mengisi ruang yang lebar sebesar gedung neraka tanpa api tanpa alat alat penyiksaan, hanya desahan yang panas ditelinga. Membakar ego yang tenggelam entah di dasar mana.

Kereta laju... kemana keretaku... bawa aku serta!! ough.. apakah tak cukup membawaku seorang diri*

bawa aku pindah menuju ruang yang kelam menenggelamkanku dalam segudang rutinitas, mengukuhkan aku kemana harus tinggal. Dan aku masih diam menunggu di bangku ruang tunggu dengan sebatang rokok yang tak boleh dinyalakan sampai nanti adegan per adegan tuntas. dan mereka semua terbatuk batuk pada asap yang kuhembuskan. Dengan gelisah lupa pada dialog dialog dan bentuk rupa rupa dimana aku berdiri duduk. Seperti sebuah penantian eksekusi mati, sungguh aku ingin kembali ke masa metamorfosis tak berujung, atau pada lazarus dan kekasihnya, atau entahlah proses terdahulu yang menenggelamkan Gita sedalam dalamnya. hingga lupa mana kepala, kaki, mata, tangan atau pusar ku sendiri.

lihatlah, aku melihat orang berbondong bondong hendak kemana mereka.. oh.. lihat mereka melepaskan pakaian pakaian mereka*

Ya.. ya.. lepaskan saja pakaian yang mengulitiku, kemudian menyampakkan aku menjadi semacam sampah yang berpindah dari TPS satu ke TPS lainnya menunggu sampai masuk mesin pembakaran atau membiarkanku menjadi belatung yang kelejotan karna bau busuk yang menguar dari tubuhku.

Angin tengah berhembus kencang dan tuhan telah membaui rencana rencana mereka padaku*

Memang angin berhembus kencang, meneriakkan serapah dan makian. Dasar anjing kupingmu becek hah..? jam berapa ini? Sudah malam tau... aku haus juga lapar, memangnya di perutmu hanya ada kecebongnya. Dasar Perempuan sinting. kapan mereka membakar gundukan pakaian mereka dengan bensin? aku juga mau.. aku ingin ikut biar saja aku telanjang. Berbaju atau tidak. tidaklah penting asal otakku masih bisa berpikir jernih. memilih satu yang menjadi pikiranku sekarang. Tidak pada lirik lirik lagu, hutan kata kata prosa dan puisi, atau juga lembar lembar tugas akhir yang tak juga tuntas. Akh... lebih baik kulepas saja kepala ini. biar menggelinding seperti bola tanpa gawang. Bakal melintasi lapangan yang luas.

Burung burung bawa aku serta*

Sampai dimana burung burung yang lintas tiap malam yang berangin, tadi mereka berteduh di bawah ketiakku. Menggelitikku untuk terus tertawa pada bahak yang tak juga berkesudahan. Mungkin mereka sedang menetek pada puting susu yang membawa kebodohan dan kekonyolan. Atau sedang menunduk pada selangkangan yang menyimpan golok tajam berduri. Lalu mabuk menari bersama sama perempuan sinting, puan tua dan roh puan (mungkin juga anjing hitam bermata merah itu juga ikut serta dibelakang panggung) sambil sesekali membunyikan musik musik miris dan menakutkan.

Lonceng berdentang berkali kali, jiwaku melesat keatas bukit*

Aku mengumpat setiap kali lonceng berdetak, sial sial sial.. tiba waktu penguburanku -Gita- dan aku masih diam disini menunggu setan yang tak juga muncul. menggantikan tempat duduk yang hampir basah karena keringat dingin berlarian. Menunggu algojo algojo diperbantukan, memeras keringat dan otak yang lelah menghapal satu saja dialog panjang tentang

Ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia, yang tua, muda, bahkan yang masih anak anak*


Dan sekarang aku harus kembali ke bangku penantian memunguti barang barang yang tercecer. malam sejuk yang memuakkan. Kepalaku dijatuhi gada. Berat.. Berat... Berat... dan tak ada waktu istirah sedangkan mulutku masih saja misuh misuh, mengumpat orang orang di dekatku. menyalahkan yang mungkin mereka tak ikut bersalah.

Proses Puan Yang Ketiga, kembalilah menjadi Gulita lalu menerima telepon dari om jonathan. dan memaki makinya dengan selangkanganmu yang becek. Sungguh..

Peradaban peradaban becek*


(* )adalah kilatan kilatan dialog Naskah PUAN karya Luky H Wibowo