Sunday, December 24, 2006

Tidak Ada Pilihan Selain Berpikir

Dihisapnya sekali lagi rokoknya dalam dalam dan dihembuskan dengan cepat sepertinya ia sudah mulai jenuh dengan rokok yang sudah keberapa kalinya ia menyulut. Rea menerawang jauh ketika membayangkan beberapa tahun kedepan ia akan menjadi seperti apa. Pasalnya hingga sekarang ia tak pernah lega dengan apa yang diinginkan semuanya pergi seperti asap rokok yang ia hembuskan. Filosofi rokok dihisap dan kemudian di hembuskan dan tidak menjadi apa apa didalam tubuh selain menjadi penyakit. Mimpi dan harapan yang ia miliki setinggi gunung yang tak hendak habis didaki tak pernah mampu didapati dan direngkuhnya. Menulis mimpi diatas kertas lusuh yang setidaknya segera diserahkan ke hadapan dosen untuk mengejar nama belakang SE sama sulitnya ketika harus mendapatkan pria yang diinginkan.

Rea berandai andai, seandainya saja mengerjakan itu semua seperti menyalakan rokok dihisap kemudian dihempaskan. Hampir saja ia menyerah dan membanting keyboardnya karena tak satu pun kata yang mampu ditulis lagi. Rea meregangkan badannya yang terasa lelah seharian berkutat di depan komputer dan bahunya yang pegal harus memijat mijat huruf huruf yang mati didepannya. Kemudian Rea mengambil handphonenya mencoba menghubungi pria yang akhir akhir ini selalu membuat ia gundah dan tidak mampu berpikir jernih. Ia bimbang sangat inginnya ia mendengar kabar darinya tapi tidak ingin terlihat sangat murahan didepannya Rea gengsi tapi perasaannyalah yang akhirnya mengijinkan menelpon. Dipilihnya nomer yang sudah tersimpan di list Hpnya dengan perasaan yang tidak menentu. Ketika yang diseberang berbicara ternyata yang berbicara langsung orang yang dituju. Rea pun berbicara seperlunya karena pria yang diajaknya berbicara sepertinya merasa terganggu. Ia pun harus menelan kekecewaan lagi seperti biasa dan hanya bisa melamun dan berpikir apakah salah yang dikerjakan selama ini.

Mengejar mimpi yang seharusnya datang sendiri. Diambil lagi handphonenya mencoba menghubungi pria lain yang diharapkan bisa memberi sedikit harapan walaupun pria lain itu bukan orang yang dikehendaki dengan sisa airmata yang masih menggantung dipipinya ia berusaha tertawa ceria dan benar pria lain itu mamberinya semangat. Tapi percuma semangatnya dan konsentrasinya sudah bukan ke tulisannya. Ditatapnya layar komputernya yang hanya membuatnya pusing dibuka file file yang setidaknya bisa menambah satu kata pada tulisannya tapi sia sia. Handphonenya berbunyi tanda sms diterima ternyata sms itu bukan dari seseorang yang penting dan diharapkannya. Pengganggu yang aneh tidak mau menyebut nama ketika ditelepon tidak diangkat, sekalinya diangkat tidak berbicara apapun sedikt berteriak ia ingin memaki orang diseberang tapi ia masih ingat kalau ia hanya perempuan yang harus menjaga kesopanan. Benar benar menjengkelkan dan menganggu, tapi tetap saja sms itu ia balas walaupun dengan nada kasar anehnya orang diseberang malah semakin menjadi. Sedikit penasaran Rea meladeni sms itu. Tapi ia kemudian malas membalas sms konyol itu. Ditatap kembali tulisan di komputer itu tapi, tak ia temukan satu katapun yang bisa ia masukkan dalam tulisan itu. Ia gelisah ia menangis dan meratap apa yang sebenarnya terjadi apa demikian berat cobaan yang harus dilewati untuk mendapat semua keinginannya. Ia kemudian tertunduk menangis dan tak tau harus berbuat apa.

Ia merasa semakin salah karena tidak seharusnya pria itu ia pikirkan dan mengganggu konsentrasinya. Kemudian dibuka lagi kotak rokok didepannya dan menyalakan satu lagi untuk menenangkan pikirannya. Sepertinya ia sudah kehabisan akal untuk berusaha fokus. Ia berjalan keluar menatap malam yang menyelimuti kampusnya malam itu tidak sepi besok pagi ada pelepasan para mahasiswa dan mahasisiwi. Hal itu makin menambah perih hatinya. Apa yang berbeda dari teman temannya, Rea tidak bodoh juga tidak idiot tapi kenapa ia tak bisa sama dengan yang lain. Di luar hanya semakin pedih, ia kembali menatap ruang kecil tempat ia bebas sedih dan tertawa. Atap penuh poster sisa sisa kejayaan, tergeletak bantal guling dilantai dengan kabel kabel yang belum sempat di bersihkan setelah pagelaran seni. Benar benar bertanggung jawab sekali penghuni tempat ini. Tapi ia tak hendak membereskan ia mengambil bantal dan gulingnya dan ia rebah diatasnya memberi sedikit ruang tubuhnya untuk merasakan rileks. Ia terpejam dan dengan sekejap bayangan pria itu muncul lagi dalam keadaan mendekapnya. Ia terhenyak dari tidurnya terbangun dan tertegun kembali. Apa yang hendak dilakukan untuk tidak mengingat pria itu. Pria yang memberi harapan tapi tidak pernah menerima mimpinya. Ia terduduk dan melamun lagi tidak ada yang bisa dilakukan. Kembali ia menuju komputer yang masih menyala dan memelototi tulisan yang semakin tidak ia mengerti apa maksudnya. Dinyalakan rokoknya sebatang dihisap dalam dalam dan dihembuskan dengan cepat. Dan ia masih tidak tahu harus berbuat apa. Ia matikan komputer itu beranjak dan kemudian ia lebih memilih kembali ketempatnya yang hangat dan ramai dan mencoba mengadu pada malam di jalan. Dan ia masih belum tau apa yang harus dikerjakan. 5 juli 2006

Tuesday, November 28, 2006

perjalanan

Duduk diam.. ada yang aneh jam sudah menunjukkan setengah lima sore waktunya bersiap berangkat. Waduh harus segera bergegas ditunggu seseorang yang tak dikenal gak enak juga kalo terlambat. akh ternyata.. sama saja terlanjur jamnya berlari cepat. Kakiku tak sanggup menyamai langkahnya. Kesan pertama akh bodo amat yang penting berangkat dengan selamat. Tanpa perkenalan lebih lama sudah jelas namanya paklik Sony entah aslinya siapa, anggap saja nama samaran. Disepanjang perjalanan gerbong gerbong itu riuh sekali menjadi nada dasar percakapan kami. Derit rel gesekan angin dengan tubuh gerbong semakin lam semakin biasa saja terdengar. Menemani malam yang akan dilalui bersama seseorang yang mampu mencari pembelaan pembelaan dengan teori teorinya. Jam terus saja melaju menjadi semakin cepat ketika malam semakin larut mata semakin terantuk. Ada kesal karena seharian tadi tak ada rehat, tapi ada risau teman yang lebih mengajakku kesal, ia meninggalkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu lagi dipikirkan karena sudah tidak mungkin kembali. Bercerita bercerita.. ternyata tidak segalak yang diperkirakan, tapi memang dia pintar menggonggong. Menurutku ia termasuk orang tua yang lumayan gaul.
Kemudian kami sama sama lelah bercerita panjang lebar aku sudah lelah kuping sudah penuh otak hampir luber kutinggalkan saja beliau yang gelisah dengan dompet yang tertinggal. Tidur nyenyak mencari mimpi seperti biasanya. Deru kereta dan guncangannya lembut seperti gendongan ibu waktu kecil dulu. Sudah lama tak merasakannya. "Ibu..!" dalam perjalanan aku masih mengintaimu. Hingga matahari menjulang tempat yang dituju tak hendak sampai. Sepanjang perjalanan beraneka macam lukisan yang tak berbingkai, nampak kardus kardus tua menjadi alas atap atap seng berkarat masih terpakai. kuburan yang tergeletak tak rapi. sawahnya yang hijau ada pula yang coklat bekas panen sepertinya. Aku masih larut dalam pikiran dan menggambarnya didalam otak kiri. Memasuki kota yang menjadi impian orang banyak. Tergambar jelas liku liku yang meliuk liuk memainkan nasib seenaknya, untung tidak denganku. Disitu mimpi tak pernah sekalipun kuajak jalan kesana. Biar saja aku bermimpi hanya disekitar tetangga sebelah. Perjalanan ini penuh bayangan bayangan akan seperti apa mereka yang selalu meracau kata kata menguntainya dengan indah. Salah satu pengritik sudah duduk disebelahku sekarang. Melumuriku dengan teori teori yang tidak pernah ingin kumengerti. Setibanya aku hanya ingin menebar senyum biar dikata orang gila. Peduli amat aku hanya ingin sedikit mengisi otakku yang selalu bengal bermanja dengan otak otak teman yang selalu membantuku. Anggap saja ini perjalanan ngelmu ntah apa hasilnya. tidak langsung berasa khan?. Sampai perjalanan mengasyikkan ini selesai aku menemukan teman baru dan sodara sodara baru. Ada tetes tangis haru yang sulit disembunyikan hingga harus bersembunyi di gelak tawa yang dibuat- buat (emang jago klo disuruh sandiwara). Sampai aku pulang hasilnya baru satu aku berbaikan dengan ayahku. membaca puisi om yo (johannes S) mengingatkan aku sosok seorang ayah dan aku tak berhak menjaga jarak dengan beliau. aku membacapengertian seorang ayah dari beliau. Banyak hinaan banyak celaan darinya, entah kenapa aku menjadi kagum padanya. Perjalanan itu setidaknya mengingatkan, aku adalah seorang anak bukan siapa siapa tanpa orang tua. Orang tua punya banyak cara mencintai anak anaknya. Seluruh teman disana begitu asyik menjajal kemampuannya bercengkrama. Aku sedikit tersisih, tapi aku tak peduli. semakin malam semakin seru saja ruang diskusi dibuka mulai yang serius sampe disksi berbumbu canda. Aku ngatut saja mana yang enak toh aku cuman anak bawang. selesai suda perjalanan mungkin suatu waktu akan kembali karena aku telah mematri janji disana (bukan untuk menetap hanya berkunjung)

Thursday, November 23, 2006

hujan dan calonya

Ada ladang tandus menunggu pembajak menerkam gembur tanah. hujan tak hendak hadir menidurkan gerah. Sepertinya ada yang tidak beres, ada kongkalikong antara hujan dan calonya. Mungkin pajak hujan dan panas belom terbayar. Ijinnya belum diurus ada didaftar paling bawah katanya sih daftarnya belakangan. Tapi apa iya.. ini sudah 3 bulan lebih diurus ijin hujannya. Padahal tarian hujan sudah dikumandangkan dan diteriakkan. Tapi rupa rupanya birokrasi diatas sana sulit sekali. padahal jagung disini kering sapi kurus kering. Kanibalisme dimana mana. Air barang langka bahkan air kencing pun halal.
Kering berkepanjangan ini keterlaluan. Susah sekali mengais mata air tak hendak didapat. Hingga malam dingin jadi panas, bulan saja hendak bertelanjang dada. Wuih.. hujan pergi beberapa bulan tak datang datang. Kemana sihh para calonya? Begitu saja susah,tinggal teken kontrak. Jaman birokrasi gampang macam sekarang susah sekali meluluskan ijinnya. Besok laporkan ke komnas HAM karena Melanggar hak manusia untuk mendapatkan hujan.
Lihat tanahnya sudah berkerak pecah pecah seperti bibir kekurangan vitamin C. Tanggung jawab siapa kekurangan gizi menjadi busung lapar hanya karena hujan tak kunjung datang. Bisa saja si calo jadi kambing hitam sudah dibayar tinggi kerjanya masih saja gak beres.