Tuesday, November 28, 2006

perjalanan

Duduk diam.. ada yang aneh jam sudah menunjukkan setengah lima sore waktunya bersiap berangkat. Waduh harus segera bergegas ditunggu seseorang yang tak dikenal gak enak juga kalo terlambat. akh ternyata.. sama saja terlanjur jamnya berlari cepat. Kakiku tak sanggup menyamai langkahnya. Kesan pertama akh bodo amat yang penting berangkat dengan selamat. Tanpa perkenalan lebih lama sudah jelas namanya paklik Sony entah aslinya siapa, anggap saja nama samaran. Disepanjang perjalanan gerbong gerbong itu riuh sekali menjadi nada dasar percakapan kami. Derit rel gesekan angin dengan tubuh gerbong semakin lam semakin biasa saja terdengar. Menemani malam yang akan dilalui bersama seseorang yang mampu mencari pembelaan pembelaan dengan teori teorinya. Jam terus saja melaju menjadi semakin cepat ketika malam semakin larut mata semakin terantuk. Ada kesal karena seharian tadi tak ada rehat, tapi ada risau teman yang lebih mengajakku kesal, ia meninggalkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu lagi dipikirkan karena sudah tidak mungkin kembali. Bercerita bercerita.. ternyata tidak segalak yang diperkirakan, tapi memang dia pintar menggonggong. Menurutku ia termasuk orang tua yang lumayan gaul.
Kemudian kami sama sama lelah bercerita panjang lebar aku sudah lelah kuping sudah penuh otak hampir luber kutinggalkan saja beliau yang gelisah dengan dompet yang tertinggal. Tidur nyenyak mencari mimpi seperti biasanya. Deru kereta dan guncangannya lembut seperti gendongan ibu waktu kecil dulu. Sudah lama tak merasakannya. "Ibu..!" dalam perjalanan aku masih mengintaimu. Hingga matahari menjulang tempat yang dituju tak hendak sampai. Sepanjang perjalanan beraneka macam lukisan yang tak berbingkai, nampak kardus kardus tua menjadi alas atap atap seng berkarat masih terpakai. kuburan yang tergeletak tak rapi. sawahnya yang hijau ada pula yang coklat bekas panen sepertinya. Aku masih larut dalam pikiran dan menggambarnya didalam otak kiri. Memasuki kota yang menjadi impian orang banyak. Tergambar jelas liku liku yang meliuk liuk memainkan nasib seenaknya, untung tidak denganku. Disitu mimpi tak pernah sekalipun kuajak jalan kesana. Biar saja aku bermimpi hanya disekitar tetangga sebelah. Perjalanan ini penuh bayangan bayangan akan seperti apa mereka yang selalu meracau kata kata menguntainya dengan indah. Salah satu pengritik sudah duduk disebelahku sekarang. Melumuriku dengan teori teori yang tidak pernah ingin kumengerti. Setibanya aku hanya ingin menebar senyum biar dikata orang gila. Peduli amat aku hanya ingin sedikit mengisi otakku yang selalu bengal bermanja dengan otak otak teman yang selalu membantuku. Anggap saja ini perjalanan ngelmu ntah apa hasilnya. tidak langsung berasa khan?. Sampai perjalanan mengasyikkan ini selesai aku menemukan teman baru dan sodara sodara baru. Ada tetes tangis haru yang sulit disembunyikan hingga harus bersembunyi di gelak tawa yang dibuat- buat (emang jago klo disuruh sandiwara). Sampai aku pulang hasilnya baru satu aku berbaikan dengan ayahku. membaca puisi om yo (johannes S) mengingatkan aku sosok seorang ayah dan aku tak berhak menjaga jarak dengan beliau. aku membacapengertian seorang ayah dari beliau. Banyak hinaan banyak celaan darinya, entah kenapa aku menjadi kagum padanya. Perjalanan itu setidaknya mengingatkan, aku adalah seorang anak bukan siapa siapa tanpa orang tua. Orang tua punya banyak cara mencintai anak anaknya. Seluruh teman disana begitu asyik menjajal kemampuannya bercengkrama. Aku sedikit tersisih, tapi aku tak peduli. semakin malam semakin seru saja ruang diskusi dibuka mulai yang serius sampe disksi berbumbu canda. Aku ngatut saja mana yang enak toh aku cuman anak bawang. selesai suda perjalanan mungkin suatu waktu akan kembali karena aku telah mematri janji disana (bukan untuk menetap hanya berkunjung)

Thursday, November 23, 2006

hujan dan calonya

Ada ladang tandus menunggu pembajak menerkam gembur tanah. hujan tak hendak hadir menidurkan gerah. Sepertinya ada yang tidak beres, ada kongkalikong antara hujan dan calonya. Mungkin pajak hujan dan panas belom terbayar. Ijinnya belum diurus ada didaftar paling bawah katanya sih daftarnya belakangan. Tapi apa iya.. ini sudah 3 bulan lebih diurus ijin hujannya. Padahal tarian hujan sudah dikumandangkan dan diteriakkan. Tapi rupa rupanya birokrasi diatas sana sulit sekali. padahal jagung disini kering sapi kurus kering. Kanibalisme dimana mana. Air barang langka bahkan air kencing pun halal.
Kering berkepanjangan ini keterlaluan. Susah sekali mengais mata air tak hendak didapat. Hingga malam dingin jadi panas, bulan saja hendak bertelanjang dada. Wuih.. hujan pergi beberapa bulan tak datang datang. Kemana sihh para calonya? Begitu saja susah,tinggal teken kontrak. Jaman birokrasi gampang macam sekarang susah sekali meluluskan ijinnya. Besok laporkan ke komnas HAM karena Melanggar hak manusia untuk mendapatkan hujan.
Lihat tanahnya sudah berkerak pecah pecah seperti bibir kekurangan vitamin C. Tanggung jawab siapa kekurangan gizi menjadi busung lapar hanya karena hujan tak kunjung datang. Bisa saja si calo jadi kambing hitam sudah dibayar tinggi kerjanya masih saja gak beres.