Sunday, June 10, 2012

Kenapa Harus Aku - yang membacanya

Semua orang berloma-lomba mencari buku yang bagus untuk dibaca. Tidak hanya bagus tampilan tapi juga isi. herannya aku selalu penasaran dengan buku baru, bentuknya geje. dan sudah diinfokan ini buku "geje". sangking penasaran se-geje apakah ini buku. Yaahh dibaca juga deh... (apalagi klo akhirnya diriku diijinkan belajar mengeditorinya sekalian tambahan uang jajan cinggg....) *upss.. udah terkontaminasi dump book.

Ok.. mari berbicara serius untuk hal yang sangat-sangat sampah ini. (gak tega nih ngomongnya, tapi emang kebangeten sih).

Jaman dahulu kala,(ceileee... jadul banget mbak...) mungkin si mbak penulis ini penggemar novel-novel om freddy s. makanya bertabur adegan ranjang yang super-super hot. membacanya saja sampai bikin mbok nah harus mencuci seprei tiap hari. tapi mungkin karena baru belajar menulis, jadi sense of writingnya aduhh.. gimana ya? aku jadi membayangkan, kalau si mbak penulis ini menulis sambil nonton bokep, atau lagi uwek-uwek *istilah kawanku nadyn*. banyak sekali istilah kelamin yang di samarkan dengan sangat tidak indah, walau dia berusaha me-metafor-kan supaya tidak vulgar. semisal, saudara kecil, gunung kembar, gempa hawa muragana, adik kecilku, serangan, jurus dan lain-lain. untunglah aku tidak punya penyakit pencernaan jadi aku tidak sampai mual membaca novel ini.

Walau ada kawan-teman *lhaa ini jauh* ada yang bilang membacanya bikin banjirr, tapi kok aku tidak ya. geli, mangkel, gemes hanya karena kok bisa si penulis ini berjuang keras untuk buku sampah ini. *upss...! Kalau tulisan macam begini, dia akhirnya ditasbihkan menjadi penulis. sungguh aku tidak rela. walau hanya mendapat gelar penulis buku ranjang. aku tetap tidak akan rela. belum lagi isi cerita yang amat sangat klise, dengan alasan kejadian yang amat sangat tidak masuk akal. padahal setting cerita ini begitu realis.

Akhirnya si penulis -bukan tersebab diriku memaki-maki langsung- menyerah untuk menerbitkan ulang ini buku. Si embak penulis diwanti-wanti kawan dekatnya, karena banyak percakapan bahasa inggris yang Ia pakai, amat sangat amburadul (padahal hampir 40% berbahasa inggris). Setelah di perhatikan lebih dalam latar belakang si penulis, pendidikan biasa saja, merantau lalu kemudian dia ber-mantan suamikan orang uble alias bule, cukup lama tinggal di Bali. Dan parahnya lagi, beliaunya ini bukan penggemar membaca pula, Nah.. lohh..! Yah.. dia belajar berbahasa londo itu karena kehidupan sehari-harinya.

Jadi sebaiknya jika ingin menjadi penulis yang baik dan benar, dan tidak sampai "karya"nya itu merugikan para penikmat. Sebaiknya perlu sedikit belajar pada senior, apa ruginya sih belajar? Kalau sungkan, malu, atau gengsi, bisa dengan cara membaca diam-diam. Riset mendalam, atau apalah. jangan jadikan patokan diri sendiri. Bukankah penilaian diri sendiri terhadap karya sendiri terlalu subyektif. Dimana-mana kecap gak ada tuh yang no. 2. Semua, pasti saling meng-aku-aku-kan karyanya.  

Dan kesimpulannya setelah selesai membaca buku ini, selera membaca hilang hampir 5 bulan. Gawat...! Ini perkara gawat buatku, karena kehilangan selera membaca akan berdampak kehilangan selera menulis juga. Ada semacam penyakit enek merangkai dan membaca kalimat. *syndrom apalagi nih? Dan ini bukan salah satu naskah buruk yang harus aku baca. masih ada beberapa. Salah satunya naskah novel milik bu-ibu, yang memang berbeda dengan novel embak yang berbau ranjang, tapi tata bahasa dan kalimat sama buruknya. Aku menyerah. Butuh energi besar membaca tulisan semacam itu. Dan amat sangat menyiksa. Lebih baik, aku ditugasi menulis ulang saja daripada harus mengedit.

Aku jadi berpikir pekerjaan sebagai editor, ternyata seorang Editor itu harus punya banyak energi membaca naskah-naskah semacam ini.  

Ketika penyakit enek ini mulai berkurang, aku mulai tertatih lagi membaca beberapa buku. walau beberapa buku harus kandas di seperempat halaman buku. Sekarang hendak menghabiskan "Serat Centhini - Elizabeth". walau buku ini masih ada beberapa huruf dan kata lewat sensor polisi bahasa. Rasanya selera membacaku sedikit meningkat, karena sudah hampir di halaman terakhir. Hore.... itu artinya minat untuk menulis perlahan mulai timbul kembali. Thank's para Penulis yang Tidak Membiarkan Pembacanya Keracunan.

Surabaya, diseleseikan 10 Juni 2012