Mungkin ini bukan sebuah kebetulan, jika di dunia nyata jarak antara aku dan ayahku terlihat menjauh dan tidak sejalan. Bahkan terlihat sangat bersebrangan. Tapi di dunia maya bisa-bisanya tuhan menghendaki aku melihat secara jelas AKU di sosok AYAHku.
Tapi ini sungguh membuatku bingung, bagaimana seorang gita, yang memandang tayangan televisi(sinetron, berita, atau apa saja) hanya sekedar permainan harus terlibat langsung menjadi seorang yang dituntut menjadi sukarelawan tayangan televisi.
Benar hari ini aku harus duduk si satu ruang diskusi dengan teman-teman yang beberapa kali sempat bertemu denganku, secara langsung berinteraksi. dan sekaligus di samping ada lelaki tegap yang kuhormati dan kucintai sepenuh hati. Ayahku.
Jangan bingung dengan pengantarku ini, kawan.
Ayahku selepas menjadi pegawai negeri dengan kata lain pensiun. Lebih aktif berinteraksi dengan teman-teman mayanya di Facebook. Awalnya asik bermain game kemudian merambah ke komunitas/ group. (hemmm.. kurang lebih sama denganku ketika pertama kali aktif berinternet ria) Beliau menjatuhkan pilihan pada kelompok Dukungan SMI. Ya.. perempuan itu menteri keuangan yang didepak dari susunan menteri secara halus, bla.. bla.. blaa.. (malas aku bercerita ttg suasana kepemerintahan negeriku sendiri).
Malam tadi (12/4/11) Ayahku dan teman mayanya, Om uyung yang beberapa hari lalu waktu nenekku sakit bertemu di rs malang, mengadakan Kopdar seJATIM. nah cerita punya cerita (kok ya mbulet ae see...) di acara itu aku jadi terlibat, ada Om fitrah (yg teman dekat Ning sasa Dbuku), ada Om kee(kawan karib suami Ning sasa). walhasil di acara itu mau tidak mau aku harus menjadi bagian dari pembicaraan malam itu.
Melihat dan menyaksikan beberapa anggota yang datang, dengan berbagai macam latar belakang usaha (dari pedagang, guru, dosen, seniman, dll). Mereka berbicara dengan kepercayaan penuh dan lugu. Entahlah aku seperti berada di sebuah ruangan dengan televisi besar dan aku berada di antara komentator-komentator yang berapi-api.
Yang paling membuatku ngeri adalah ketika pembicaraan sudah masuk pada kemungkinan berpolitik/partai. OMG... tentu saja akan lari kesana. Mereka sedang membela seseorang yang memang berada di lingkup Politik.
Ok lebih baik sekarang aku kembalikan pada pemikiran dan gagasan-gagasanku dahulu. Aku berpikir tak perduli seberapa ributnya Mereka di layar kaca dan sidang di gedung besar pemerintahan, aku akan tetap bergerak memberikan SESUATU (entah apa bentuknya) melalui komunitas Emperan ESOK. Tapi kenapa semakin hari lariku menuju jalan-jalan bercabang yang menuju dunia entah.
Selamat pagi, Kawan
Ini catatan dini hari, dari kejadian yang biasa, tapi menurutku tidak biasa. Hingga membuatku terbungkam dengan keterpaksaan mendekatkan pemikiranku dengan Ayahku. Yang paling menyiksa justru.. Welcome to the "No Smoking Area" fiiiuuuhh......
13 April 2011
Wednesday, April 13, 2011
Konspirasi Tuhan dan Rencananya
Friday, March 25, 2011
Monolog Moderato Cantabile : Perlahan dan Berlagu
Adaptasi Novel : Gita Pratama
Lembar –Lembar berserakan di sekitar piano. Tubuh perempuan itu mematung diantara kursi merah kecil.
Ayunkan jemari tanganmu. Kau memang harus belajar memainkannya… Kau biarkan perempuan itu setengah berteriak. Ulangi lagi. Perlahan saja… (Dengan nada yang lembut) Betapa menyebalkan bukan?
Ya.. mainkan seperti ini. Tidak, bukan sepertiku, tapi seperti yang tertulis dilembar partitur dari perempuan itu. Menjemukan…
Moderato Cantabile….
Aku tahu kau tak bersungguh-sungguh nak. Ulangi lagi nak… (Lembut)
Kenapa kau lupakan nada-nada itu? Kau harus mau belajar memainkanya.
Senja di dermaga selalu merindukanmu nak.. suatu sore di hari jum’at adalah masa penantianmu. Tunggulah aku disana.
kedai dan dermaga.. Percakapan selalu terhenti di setiap dentang lonceng pabrik. Anakku berlari menggampit tanganku keras-keras, sedangkan laki-laki itu menuangkan anggur lagi ke dalam gelasku.
Perempuan itu memainkan piano dengan nada tak beraturan. Kerap kali ia hanya diam memainkan gaunnya. Lampu bar nyala meremang. Dan bunyi denting gelas, anggur yang di tuang. Anne bangkit menuju meja bar. Memainkan bayangannya di dalam gelas.
Ada yang carut marut di kepalaku, sebuah kedai juga perempuan yang terbunuh. Adapula tentang anak dan juga sebuah Piano. Apakah perempuan itu aku, di waktu lalu saling menindih dengan kenangankusendiri?
Perempuan itu terbunuh ditikam. Dan lelaki disampingnya menjerit. Jeritanya lama nyaring dan berhenti seketika pada puncaknya. Suaru saat aku yakin, aku tentu akan menjerit seperti itu. Mungkin ketika aku melahirkan anak itu.
Perempuan itu sepertiku. Entahlah aku tak pernah mengenalinya. Disaat kejadian, anak perempuan itu berada di depan pintu kedai. Kau tahu betul peristiwa itu? Aku hanya mendengar ketika lelaki itu berteriak.
Tolong segelas anggur lagi…
Dimulai dari kebisuan-kebisuan berkepanjangan yang timbul di antara mereka di malam hari. Dan makin lama mereka makin tidak mampu mengatasinya.
Bising dermaga, ocehan para pelanggan bar.. masih ada sore yang indah. Tuangkan lagi anggur digelasku. Mari ceritakan lagi peristiwa yang sama…
Meja bar, lampu dan suara dari piano. Pelan.. semakin lama cahaya semakin penuh. Suara bising laki-laki dan perempuan terburu-buru dari kapal.
Dengarkan bising mesin kapal di dermaga. Sepanjang sore mengangkut mereka, jiwa-jiwa yang membawa banyak cerita. Bukankah hidup ini terlalu membosankan dengan cerita yang di ulang-ulang. Kadang berjalan lambat tapi juga cepat. (Lelah dan Putus Asa)
Mata pengunjung kedai menatapku, biarkan saja. Chauvin memang lelaki yang selalu membawa cerita yang sama. Tapi, sungguh ak tak punya alasan untuk tidak kembali.
(Bermain Piano, perlahan dan terbata)
Moderato Cantabile…
Apakah begini nona? (bertanya dengan sinins) Anakku sangat menyebalkan jika mulai patuh begitu. Biar aku saja yang selesaikan. Setiap selesai dari sini, ia akan berlari kedermaga, mengamati kapal kapal yang sandar. Sambil terus mengawasiku, tanpa pernah berani mengajakku untuk beranjak.
Rupanya ia dapat membacamu, Chauvin. Dan memberimu banyak kesempatan.
Itu di ujung jalan sana di Boulevard La Mer.. Setiap sore aku membawa kebosanan yang menjemukan disana. Terkadang aku berjalan tak begitu jauh. Tapi terkadang pula sangat terasa jauhnya. (Tersenyum)
Peristiwa kematian itu, telah terjadi Chauvin?
Laki-laki itu tidak mengetahui mana yang lebih disukainya, keinginannya agar perempuan itu tetap hidup sama kuatnya dengan keinginannya agar dia mati. Lama kemudian baru Ia memutuskan bahwa ia lebih menginginkan perempuan itu mati.
Lampu meredup
Aku tak punya waktu banyak..
Mereka tak punya waktu banyak…
Chauvin tuangkan aku anggur lagi…!!
(Di tengah antara bar dan kelas piano)
Bangun atau tidur, dalam pakaian sopan ataupun tidak, kehadiranku memang tidak dihiraukan.
Dari kejauhan, orang dapat terkecoh melihat taman anda yang tertutup menghadap laut, daerah yang paling bagus di kota ini. Namamu Chauvin
Kau nampak bersemangat menceritakannya. Maka aku merajuk agar kau terus berbicara dan aku berjanji tidak akan menanyakan apa apa lagi.
Sore tidak lagi indah, Gelas kaca di meja bar tak lagi memainkan bayanganku. Jari jari anakku selalu menuntunku kembali pulang. Mau berkunjung? Mungkin lain kali.