Friday, July 06, 2012

Berbicara saja tidak akan cukup

Beberapa kali aku harus terdiam, dipinggir jalan. Hanya karena melihat sesuatu yang begitu menyentuh. waktu di pertigaan McD mayjen Sungkono, aku pernah melihat dua bocah kecil yang berjualan koran. Mereka asik dan terlihat riang sekali, bermain dan bekerja walaupun harus bertelanjang kaki di bawah terik surabaya yang panas. Mereka sudah tahu cara berbagi. Jika temannya sedang istirahat, maka teman yang satunya akan menjajakan koran. Karena mereka terlalu kecil (kira-kira usianya klas 1 SD) mereka hanya sanggup membawa koran sedikit. itupun mereka berbagi tugas, yang satu membawa satu koran dimasukkan ke plastik besar, biar tetap rapi dan terlihat baru. Yang satunya istirahat sambil menjaga barang dagangannya.

Lampu merah di pertigaan itu lama sekali, aku tersenyum diboncengan belakang sepeda motor pacarku. dan lamakelamaan Mataku terasa penuh, akibat genangan yang hampir tumpah. Untunglah traffic light segera berganti hijau. Karena aku sama sekali tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk mereka. Aku hanya punya senyum ke mereka, dan mata-mata kecil itu berbinar.

Aku bukan ingin, mencatat hal-hal baik tentang aku di blog ini. Karena memang tidak banyak yang bisa aku perbuat untuk orang-orang yang tidak sepertiku. Aku Bukan Siapa-Siapa. Tapi menurutku berbagi cerita ini juga perlu.

Sore tadi, ketika aku berjalan dari rumah kontrakan menuju toko klontong, perempuan setengah baya keluar dari gang kecil menyambutku dan tersenyum sembari mengucapkan terima kasih. Aku diam, sambil berpikir siapakah perempuan ini. Apa yang sudah aku perbuat. Lalu ia bercerita Mertha, kemarin bisa beli 2 buah seragam, bayar SPP sekolah anaknya. beli baju baru. "Terima kasih ya mbak.. kasihan mertha, dia seneng sekali kerjaan yang kemarin lho mbak".

Aku jadi berpikir siapa perempuan yang bernama Mertha itu? Beberapa hari yang lalu memang ada pameran baju batik. Memang itu bukan Bisnisku. Allhamdulilah aku diberi kepercayaan teman baikku untuk selalu membantunya. (Kawan baikku ini aku tulis juga di Perempuan dan Buku di blog ini). Dan aku memenuhi janjiku untuk mengajak kerja salah satu orang tua, salah satu murid membacaku. (bukan murid sih sebenarnya, teman bermain membacaku di rumah kontrakan ini.). Dia ibu dari teman kesayanganku Sukma, gadis kecil kelas 2 SD, yang masih kesulitan membaca dan menangkap ilmu pelajaran sekolah, karena daya konsentrasinya kurang.

Sedikit cerita, Ibu ini single parent, tanpa surat cerai. Untuk kehidupan lebih dalamnya aku tak tahu pasti. Sebelum aku ajak kerja ibu-nya sukma, aku lebih sering mendengar gosip yang tidak baik dari tetangga yang lain. Tapi aku tidak akan semudah itu mempercayai gosip. ternyata Diapun sudah hampir 8 tahun kesulitan cvari pekerjaan. Kemampuannya terbatas hanya bisa jaga toko.Walhasil, aku ajaklah dia kerja, dan ternyata ceritanya tidak seburuk yg digosipkan tetangga-tetangga disini.

Selama seminggu aku minta dia untuk jadi SPG di stand batik itu. Gajinya sih tak seberapa hanya 40ribu/hari. Tapi ternyata respon dia membuat aku jadi ingin menangis. Dia senang sekali. Sayangnya kawan baikku jarang sekali ikut pameran sejak dia, menggeluti bisnis lain. Dan Mak'e Sukma -list nama di hpku-, sering sekali bertanya apa ada pameran lagi. Sedih rasanya tidak bisa kasih dia kesempatan kerja lagi. Aku sama sekali, tak pernah menanyakan namanya. sampai akhir pameranpun aku tidak tahu namanya.

Sampai perempuan baya itu menyapa riang kepadaku, aku baru tahu. Nama perempuan "Mak'e Sukma" adalah Mertha. Dan perempuan itu adalah ibu dari mbak Mertha. Hampir saja air mataku tumpah di tepi jalan itu. Untung percakapan kecil itu hanya sebentar, sehingga aku yang cengeng ini tidak sampai bikin keributan.

Aku lupa setiap berdo'a apa yang aku minta. Tapi di dalam hati, aku selalu ingin bisa berbagi, dan memberi sedikit kebahagiaan dengan siapa saja. Itu bukan bagian dari cita-cita atau harapanku. I just want do it.

Tapi aku sadar, manusia itu selalu membawa cermin di dalam dirinya. Bagaimana kita bisa berbagi kebahagiaan jika kita sendiri masih melihat diri kita tidak bahagia? Belajar berbahagia dengan apa yang sudah menjadi pilihan hidup itu penting agar kita bisa selalu berbagi kebahagiaan.


Mari belajar tentang arti bahagia, kawan.
















Sunday, June 10, 2012

Kenapa Harus Aku - yang membacanya

Semua orang berloma-lomba mencari buku yang bagus untuk dibaca. Tidak hanya bagus tampilan tapi juga isi. herannya aku selalu penasaran dengan buku baru, bentuknya geje. dan sudah diinfokan ini buku "geje". sangking penasaran se-geje apakah ini buku. Yaahh dibaca juga deh... (apalagi klo akhirnya diriku diijinkan belajar mengeditorinya sekalian tambahan uang jajan cinggg....) *upss.. udah terkontaminasi dump book.

Ok.. mari berbicara serius untuk hal yang sangat-sangat sampah ini. (gak tega nih ngomongnya, tapi emang kebangeten sih).

Jaman dahulu kala,(ceileee... jadul banget mbak...) mungkin si mbak penulis ini penggemar novel-novel om freddy s. makanya bertabur adegan ranjang yang super-super hot. membacanya saja sampai bikin mbok nah harus mencuci seprei tiap hari. tapi mungkin karena baru belajar menulis, jadi sense of writingnya aduhh.. gimana ya? aku jadi membayangkan, kalau si mbak penulis ini menulis sambil nonton bokep, atau lagi uwek-uwek *istilah kawanku nadyn*. banyak sekali istilah kelamin yang di samarkan dengan sangat tidak indah, walau dia berusaha me-metafor-kan supaya tidak vulgar. semisal, saudara kecil, gunung kembar, gempa hawa muragana, adik kecilku, serangan, jurus dan lain-lain. untunglah aku tidak punya penyakit pencernaan jadi aku tidak sampai mual membaca novel ini.

Walau ada kawan-teman *lhaa ini jauh* ada yang bilang membacanya bikin banjirr, tapi kok aku tidak ya. geli, mangkel, gemes hanya karena kok bisa si penulis ini berjuang keras untuk buku sampah ini. *upss...! Kalau tulisan macam begini, dia akhirnya ditasbihkan menjadi penulis. sungguh aku tidak rela. walau hanya mendapat gelar penulis buku ranjang. aku tetap tidak akan rela. belum lagi isi cerita yang amat sangat klise, dengan alasan kejadian yang amat sangat tidak masuk akal. padahal setting cerita ini begitu realis.

Akhirnya si penulis -bukan tersebab diriku memaki-maki langsung- menyerah untuk menerbitkan ulang ini buku. Si embak penulis diwanti-wanti kawan dekatnya, karena banyak percakapan bahasa inggris yang Ia pakai, amat sangat amburadul (padahal hampir 40% berbahasa inggris). Setelah di perhatikan lebih dalam latar belakang si penulis, pendidikan biasa saja, merantau lalu kemudian dia ber-mantan suamikan orang uble alias bule, cukup lama tinggal di Bali. Dan parahnya lagi, beliaunya ini bukan penggemar membaca pula, Nah.. lohh..! Yah.. dia belajar berbahasa londo itu karena kehidupan sehari-harinya.

Jadi sebaiknya jika ingin menjadi penulis yang baik dan benar, dan tidak sampai "karya"nya itu merugikan para penikmat. Sebaiknya perlu sedikit belajar pada senior, apa ruginya sih belajar? Kalau sungkan, malu, atau gengsi, bisa dengan cara membaca diam-diam. Riset mendalam, atau apalah. jangan jadikan patokan diri sendiri. Bukankah penilaian diri sendiri terhadap karya sendiri terlalu subyektif. Dimana-mana kecap gak ada tuh yang no. 2. Semua, pasti saling meng-aku-aku-kan karyanya.  

Dan kesimpulannya setelah selesai membaca buku ini, selera membaca hilang hampir 5 bulan. Gawat...! Ini perkara gawat buatku, karena kehilangan selera membaca akan berdampak kehilangan selera menulis juga. Ada semacam penyakit enek merangkai dan membaca kalimat. *syndrom apalagi nih? Dan ini bukan salah satu naskah buruk yang harus aku baca. masih ada beberapa. Salah satunya naskah novel milik bu-ibu, yang memang berbeda dengan novel embak yang berbau ranjang, tapi tata bahasa dan kalimat sama buruknya. Aku menyerah. Butuh energi besar membaca tulisan semacam itu. Dan amat sangat menyiksa. Lebih baik, aku ditugasi menulis ulang saja daripada harus mengedit.

Aku jadi berpikir pekerjaan sebagai editor, ternyata seorang Editor itu harus punya banyak energi membaca naskah-naskah semacam ini.  

Ketika penyakit enek ini mulai berkurang, aku mulai tertatih lagi membaca beberapa buku. walau beberapa buku harus kandas di seperempat halaman buku. Sekarang hendak menghabiskan "Serat Centhini - Elizabeth". walau buku ini masih ada beberapa huruf dan kata lewat sensor polisi bahasa. Rasanya selera membacaku sedikit meningkat, karena sudah hampir di halaman terakhir. Hore.... itu artinya minat untuk menulis perlahan mulai timbul kembali. Thank's para Penulis yang Tidak Membiarkan Pembacanya Keracunan.

Surabaya, diseleseikan 10 Juni 2012