Wednesday, February 10, 2010

Ketika Kau membiarkan Aku bercerita

Banyak hal yang harus dihapus dari ingatan. Kotak kotak sumbu berwarnawarni rupa meluap di sudut sudut ruang. Salah satunya kau, kau yang berpakaian lusuh dengan wajah melas dan binar mata syahdu. Oh.. betapa iba aku memelukmu. Betapa rindu aku merenangi tikaman basah mata itu. Tapi sungguh harus ada bayangan yang harus segera dihapus.

Jika kau hilir mudik, berloncatan bagai anak kucing liar di tubuhku. Menggodaku dengan seribu macam erangan, lalu aku akan menjadi sepertimu membiarkan kau berpetualang di setiap jengkal kulitku. Memanjakanmu, menggodamu agar kau tak pernah ingin berhitung soal jarak dan juga waktu.

Di atas balkon, sesekali aku menatap ujung jalan berharap ada kesia-siaan yang berubah. Penantian yang memang tak pernah berjanji kapan akan datang. Tubuhku membiru, bibirku membisu dan mataku kubiarkan sembab agar ketika kau tiba- tiba datang nanti. Kau akan bertanya tentang sesuatu yang begitu gelap juga teramat pekat, lantas membiarkan aku membunuh aku di dalam tubuhmu.

Terlalu banyak hal yang kuhapus, satu persatu memakan banyak waktu. Memilih kemudian memilah mengingatnya lagi. Aku duduk di sebuah kursi menatap ujung ranjang dengan selimut yang masih kusut. Entah apa yang aku lihat, sesosok lelaki kurus mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. Oh... menderas hujanan air mata.

Terasa begitu sakit memunguti semuanya sekarang. Ketika kau telah menjelma menjadi lelaki harimau. Mengukir belang dengan tajamnya jarijari belati yang penuh bercak darahku.

2009- Feb 2010

Saturday, November 21, 2009

Menjelang kelahiranku

Semua tentang Ibu

Anak perempuan pertamanya yang lahir di tengah badai. Sedangkan Ayah yang sibuk menajamkan clurit, memangkas lebat rumput di tanah seberang. Juga kesendirian memeluk tubuhku dalam rahimnya. Dalam dinginnya nada-nada hujan, memanggulku pada ruang bidan. Sendiri sambil tetap menyenandungkan do'a bahagia.

Maka aku ada di tengah keprihatinan. Aku adalah Prihantini, yang tetap pandai menangis walau muak dengan sinetron juga tarian-tarian mimpi. Juga berlagak menarik senyum, pada lelucon sinting walau sudah jengah pada tontonan lelakon manusia setengah gila.

Love my mother

Juga Tentang Ayah


Ayah berdo'a sambil tetap mengalungkan clurit pada bidak bidak hidupnya. Agar kepulangannya bisa membawa sebuah baju, untuk anak perempuan pertamanya. Dan diam-diam memakaikanku baju mungil berwarna ungu itu, tanpa ibu ketahui.

Ayah berdiam, memandangiku dengan tubuhnya yang masih kurus. Memelukku rapat, tapi ia ketakutan tulangnya meremukkanku. Ayah hanya mencium keningku, diam-diam. Tanpa ibu ketahui. Dan aku hanya bisa menangis keras

Ayah tak pernah biarkan aku dan ibuku kedinginan dan kelaparan di setiap musim hujan.

Love my father too