Saturday, November 21, 2009

Menjelang kelahiranku

Semua tentang Ibu

Anak perempuan pertamanya yang lahir di tengah badai. Sedangkan Ayah yang sibuk menajamkan clurit, memangkas lebat rumput di tanah seberang. Juga kesendirian memeluk tubuhku dalam rahimnya. Dalam dinginnya nada-nada hujan, memanggulku pada ruang bidan. Sendiri sambil tetap menyenandungkan do'a bahagia.

Maka aku ada di tengah keprihatinan. Aku adalah Prihantini, yang tetap pandai menangis walau muak dengan sinetron juga tarian-tarian mimpi. Juga berlagak menarik senyum, pada lelucon sinting walau sudah jengah pada tontonan lelakon manusia setengah gila.

Love my mother

Juga Tentang Ayah


Ayah berdo'a sambil tetap mengalungkan clurit pada bidak bidak hidupnya. Agar kepulangannya bisa membawa sebuah baju, untuk anak perempuan pertamanya. Dan diam-diam memakaikanku baju mungil berwarna ungu itu, tanpa ibu ketahui.

Ayah berdiam, memandangiku dengan tubuhnya yang masih kurus. Memelukku rapat, tapi ia ketakutan tulangnya meremukkanku. Ayah hanya mencium keningku, diam-diam. Tanpa ibu ketahui. Dan aku hanya bisa menangis keras

Ayah tak pernah biarkan aku dan ibuku kedinginan dan kelaparan di setiap musim hujan.

Love my father too