Friday, October 12, 2012

The Journey of Marriage Records III

Yang tidak lebih dari cerita adalah perjalanan dari waktu ke waktu yang masih akan selalu mengikuti.

Yah.. catatan ini memang perlu di daur ulang, karena kata-kata dan kalimatku menjadi biasa saja. Bahkan boleh dibilang lebih buruk dari balada "Buku-buku Sampah" yang pernah aku hujat. Jadi aku biarkan, persiapan menuju sebuah rumah kecil dengan lelaki yang akan menjadi suami beberapa hari kemudian dilalui dengan santai.

Jarum jam berputar ke arah kanan *sepertinya, karena arah selalu menjadi kendala*. dan satu hari dilalui terasa seperti perlombaan lomba lari. Padahal kayuhan sepedaku sengaja kuperlambat, aku tak ingin terengah nanti di atas pelaminan. Yang akan berakibat aku tak mampu menjabat erat seluruh tamu yang akan datang ke acara pernikahanku.

Apa perlu ada penyesuaian? Pasti. Beberapa kali, aku harus berdebat panjang dengan sang calon suami hanya karena perhitungan hari yang tak tepat. Hafuuftt... sehari semalam, aku mematut di depan kalender, kalkulator dan internet. mencari apa yang salah dengan si Hari. *oh.. aku lupa tak bertanya pada tuhan* Tapi akhirnya, setelah ingusku membanjir di atas seprei, akhirnya aku pergi juga berwudlu, mencoba mencari petunjuk dari Sang Maha Berkehendak. 

Kendala pertama, perhitungan hari yang tidak pas, menurut calon mertua. Kendala kedua, karena sang paklik *adik dari calon bapak mertua* yang baru akan menikah, kalau jarak pernikahan kurang dari 3 bulan, maka entah bagaimana menurut bapak tidak bisa jadi wali. Aduhh... Pusing.. aku diam saja kali ini. dan berusaha tidak mendengar hal ini. Sudah capek rasanya, dihantam masalah hitung-hitungan jawa begitu. Sedangkan di keluargaku, semua harus segera, jangan menunggu dekat-dekat hari, karena merencanakan pesta di kota tak semudah membuat pesta di desa. Mulai pilihan hari, jam, dll harus se fleksible mungkin.

Nah tapi bukan berarti di keluargaku sendiri tidak ada masalah, tapi justru terkesan tidak ada karena aku memilih menghindar daripada diajak berpusing-pusing. hehehehe.. (maaf ya yah.. ibu...). Bukan berarti kemudian aku diam dan tidak memikirkan apa-apa. Souvenir, Undangan, KUA, Pengisi Acara, semua menjadi tanggung jawab aku dan mas. Urusan, Terop, Catering, Panitia Kecil, aku serahkan semua keputusan ke Ayah saja yang lebih berpengalaman soal manten-mantenan begini.

Ehm.. apa lagi ya yang belum? Sudah kurang 29 hari lagi. Souvenir sudah dipesan, Undangan sudah, KUA sekalian rafak juga sudah, Pengisi Acara sudah di hubungi, tapi belum di konfirmasi lagi. Cincin kawin? ini sebenarnya perlu gak sih? Mau pesen, tapi kok ayah aja gak pake' ribut ya?

Ya sudahlah, mari kita menjalani 29 hari lagi dengan riang gembira, dan bekerja tiada henti. *waduh jangan-jangan aku sudah kena penyakit workacholic nih.. Kalau gak kerja malah pusing. Kerja.. kerja.. kluyuran.. kluyuran.. jalan teruss.


Terkadang memang waktu itu kalau dimanja malah keenakan, jadi kenapa harus pusing kalau mendekati hari-H. iya gak sih? Lanjutkan saja kehidupanmu seperti biasanya. Toh.. setelah pernikahan nanti, masih banyak tugas dan kewajiban yang semakin meningkat. Ongkeh...


Salam..

Calon Pengantin Slebor